Beberapa orang yang pernah mengkritik dan melawan Jokowi-Ahok di antaranya Sutiyoso, Mantan Gubernur DKI sebelum Jokowi. Dalam Pilkada DKI lalu, Bang Yos, demikian dia disapa, ikut menjadi pendukung pasangan Fauzi Bowo, seteru Jokowi.
Bang Yos juga kerap mengkritik kebijakan-kebijakan Jokowi setelah dilantik, misalnya soal blusukan ke kampung-kampung. Sutiyoso sempat meminta Jokowi agar berbuat nyata, bukan hanya pencitraan. Dia juga meminta Ahok agar tidak ketus kepada bawahan.
Namun belakangan dia luluh, dan balik mendukung Jokowi. Misalnya dia mendukung program lelang jabatan. Dia juga datang ke Balai Kota memberi saran soal pembentukan yayasan bidang penyaluran beasiswa.
Selain Sutiyoso, Rhoma Irama juga sempat menyerang Jokowi-Ahok. Raja dangdut ini menyerang dalam kasus SARA menjelang masa kampanye Pilkada DKI Agustus 2012 lalu. Akhirnya dia keder juga, dan malah nangis sesenggukan di kantor Panwaslu.
Berikut ini 4 orang yang keder setelah melawan Jokowi-Ahok, dan malah balik mendukung program dan kebijakan mereka.
1. Sutiyoso
Mantan Gubernur DKI Jakarta sebelum Jokowi ini sempat melontarkan banyak kritik kepada Gubernur dan Wakil Gubernur sesudahnya (Jokowi-Ahok). Misalnya, Bang Yos, demikian dia di sapa, mengkritik kebiasaan blusukan Jokowi dan sikap ketus Ahok kepada bawahan.
Dia juga sempat mengkritik kebijakan pemberlakuan nopol ganjil dan genap kendaraan roda dua dan empat di jalan Jakarta. Namun belakangan Sutiyoso bersikap sebaliknya. Dia misalnya, mendukung program lelang jabatan dan lainya.
Beberapa waktu lalu, Sutiyoso terang-terangan mengaku capek mengkritik Jokowi-Ahok. "Enggak ah, sudah capek aku kritisi Jakarta," kata Bang Yos di Kantor PKPI, Jakarta, Rabu (6/2).
Bukan tanpa sebab Bang Yos enggan untuk mengomentari kebijakan-kebijakan yang diambil Jokowi. Dirinya mengaku diserang dan dimaki habis-habisan oleh fans pendukung Jokowi. "Saya diserang habis-habisan sama pendukung Jokowi," ungkap Bang Yos.
Dia juga sempat mengkritik kebijakan pemberlakuan nopol ganjil dan genap kendaraan roda dua dan empat di jalan Jakarta. Namun belakangan Sutiyoso bersikap sebaliknya. Dia misalnya, mendukung program lelang jabatan dan lainya.
Beberapa waktu lalu, Sutiyoso terang-terangan mengaku capek mengkritik Jokowi-Ahok. "Enggak ah, sudah capek aku kritisi Jakarta," kata Bang Yos di Kantor PKPI, Jakarta, Rabu (6/2).
Bukan tanpa sebab Bang Yos enggan untuk mengomentari kebijakan-kebijakan yang diambil Jokowi. Dirinya mengaku diserang dan dimaki habis-habisan oleh fans pendukung Jokowi. "Saya diserang habis-habisan sama pendukung Jokowi," ungkap Bang Yos.
2. Asraf Ali
Asraf Ali, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini sebelumnya getol mengajukan hak bertanya (interpelasi) kepada Gubernur DKI Joko Widodo ( Jokowi ) tentang Kartu Jakarta Sehat (KJS). Dia sempat mengatakan bila pengajuan interpelasi itu sudah sampai ke meja pimpinan dewan.
"Saya berpikir, persoalan ini (KJS) tidak akan selesai di tingkat komisi. Maka hak ini akan terus bergulir dan bisa berujung ke paripurna," ujar Asraf kepada merdeka.com, Kamis (23/5) kemarin.
Asraf menilai, program KJS yang dijalankan Jokowi tidak mengandung kejelasan karena konsep yang dipakai belum matang. Sehingga dia merasa perlu meminta pertanggungjawaban Jokowi secara resmi dalam forum mengingat masalah KJS tidak dapat selesai di tingkat komisi.
Namun belakangan, Asraf Ali justru menyangkal pemberitaan yang menyebut dia berinisiatif mengajukan hak interpelasi. Dia mengaku tidak tahu sumber penggalangan itu dari siapa. Bahkan dia belum ikut tanda tangan.
Ketua Fraksi Golkar ini menyebutkan, tidak ada satupun anggotanya yang turut menandatangani hak interpelasi itu. "Fraksi Golkar tidak setuju karena tidak terlibat," kata dia menyangkal habis-habisan komentar sebelumnya.
"Saya berpikir, persoalan ini (KJS) tidak akan selesai di tingkat komisi. Maka hak ini akan terus bergulir dan bisa berujung ke paripurna," ujar Asraf kepada merdeka.com, Kamis (23/5) kemarin.
Asraf menilai, program KJS yang dijalankan Jokowi tidak mengandung kejelasan karena konsep yang dipakai belum matang. Sehingga dia merasa perlu meminta pertanggungjawaban Jokowi secara resmi dalam forum mengingat masalah KJS tidak dapat selesai di tingkat komisi.
Namun belakangan, Asraf Ali justru menyangkal pemberitaan yang menyebut dia berinisiatif mengajukan hak interpelasi. Dia mengaku tidak tahu sumber penggalangan itu dari siapa. Bahkan dia belum ikut tanda tangan.
Ketua Fraksi Golkar ini menyebutkan, tidak ada satupun anggotanya yang turut menandatangani hak interpelasi itu. "Fraksi Golkar tidak setuju karena tidak terlibat," kata dia menyangkal habis-habisan komentar sebelumnya.
3. Rhoma Irama
Rhoma Irama sempat berurusan dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dalam pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Dia dipanggil karena diduga terkait dengan kasus SARA dalam ceramahnya.
Ceritanya, sebagai mubaligh, Rhoma sempat mengucapkan sebuah ayat, yang bunyinya 'Bahwa orang beragama Islam dilarang untuk memilih non muslim menjadi pemimpin, dan hukuman bagi yang memilih pemimpin non muslim adalah menjadi musuh Allah'.
Belakangan, Rhoma yang sebelumnya tak sepemahaman dengan Jokowi-Ahok, balik memuji Jokowi ketika Bekas Wali Kota Solo itu dinobatkan sebagai walikota terbaik ke tiga di dunia.
Menurut si Raja Dangdut, Jokowi adalah salah satu putra terbaik bangsa yang tentu pantas mendapatkan gelar itu. Dia juga merasa yakin, Jokowi dapat membawa Jakarta lebih maju dari saat ini.
"Jokowi salah satu putra terbaik bangsa tentu bisa membangun Jakarta lebih baik," jelas Rhoma saat berkunjung ke Gedung MPR dalam rangka kerjasama sosialisasi empat pilar kebangsaan, di Jakarta, Januari lalu.
Dia mengaku mendukung penuh program-program yang telah dilakukan oleh Jokowi, termasuk aksi blusukan yang sering kali menjadi sorotan media. "Bagus dia bisa merasakan denyut kehidupan di bawah."
Ceritanya, sebagai mubaligh, Rhoma sempat mengucapkan sebuah ayat, yang bunyinya 'Bahwa orang beragama Islam dilarang untuk memilih non muslim menjadi pemimpin, dan hukuman bagi yang memilih pemimpin non muslim adalah menjadi musuh Allah'.
Belakangan, Rhoma yang sebelumnya tak sepemahaman dengan Jokowi-Ahok, balik memuji Jokowi ketika Bekas Wali Kota Solo itu dinobatkan sebagai walikota terbaik ke tiga di dunia.
Menurut si Raja Dangdut, Jokowi adalah salah satu putra terbaik bangsa yang tentu pantas mendapatkan gelar itu. Dia juga merasa yakin, Jokowi dapat membawa Jakarta lebih maju dari saat ini.
"Jokowi salah satu putra terbaik bangsa tentu bisa membangun Jakarta lebih baik," jelas Rhoma saat berkunjung ke Gedung MPR dalam rangka kerjasama sosialisasi empat pilar kebangsaan, di Jakarta, Januari lalu.
Dia mengaku mendukung penuh program-program yang telah dilakukan oleh Jokowi, termasuk aksi blusukan yang sering kali menjadi sorotan media. "Bagus dia bisa merasakan denyut kehidupan di bawah."
4. Lurah Warakas
Terakhir ini kisah Mulyadi, lurah Warakas, Jakarta Utara, yang sebelumnya mengancam akan membawa kebijakan lelang jabatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), belakangan mlempem juga. Sebelumnya dia berpendapat lelang jabatan itu kasar sehingga dia tidak ikut.
Alasan lain, seharusnya jabatan lurah dan camat dikosongkan lebih dulu dengan SK Gubernur. Jika tidak, Jokowi dinilai telah melabrak Surat Keputusan (SK) pelantikan lurah dan camat yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Namun belakangan, entah karena tak mendapat dukungan atau apa, mendadak dia mengklaim tak mengikuti proses lelang jabatan Lurah dan Camat karena sakit. Padahal sebelumnya dia mengatakan menolak lelang jabatan itu.
Mulyadi coba menegaskan kembali dari awal tak pernah menolak proses lelang jabatan Lurah dan Camat ala Jokowi. Dia berkilah, sikapnya kerasnya justru dilebih-lebihkan oleh surat kabar sehingga mempengaruhi masyarakat.
Karena merasa dirugikan, Mulyadi berpikir untuk mensomasi pihak-pihak yang memperuncing keadaan. Sementara itu khusus kepada keluarga besar Pemprov DKI, Jokowi dan Ahok, dia memilih damai dan memohon maaf.
Alasan lain, seharusnya jabatan lurah dan camat dikosongkan lebih dulu dengan SK Gubernur. Jika tidak, Jokowi dinilai telah melabrak Surat Keputusan (SK) pelantikan lurah dan camat yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Namun belakangan, entah karena tak mendapat dukungan atau apa, mendadak dia mengklaim tak mengikuti proses lelang jabatan Lurah dan Camat karena sakit. Padahal sebelumnya dia mengatakan menolak lelang jabatan itu.
Mulyadi coba menegaskan kembali dari awal tak pernah menolak proses lelang jabatan Lurah dan Camat ala Jokowi. Dia berkilah, sikapnya kerasnya justru dilebih-lebihkan oleh surat kabar sehingga mempengaruhi masyarakat.
Karena merasa dirugikan, Mulyadi berpikir untuk mensomasi pihak-pihak yang memperuncing keadaan. Sementara itu khusus kepada keluarga besar Pemprov DKI, Jokowi dan Ahok, dia memilih damai dan memohon maaf.
Merdeka.com
KliK DI BAWAH INI: