Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan, proses hukum dalam sengketa aset Blok A Tanah Abang antara PD Pasar Jaya dengan PT Priamanaya Djan International (PDI) harus ada titik temu. Ia ingin proses hukum tetap berjalan meski pemilik PT PDI adalah Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz.
"Bukan soal Menpera. PT PDI itu. Yang penting bagi kita kan dengan Menpera berhubungan baik. Nggak ada hubungan dengan usaha itu. Kan diperiksa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hukum ya hukum. Temen ya temen," ujar Ahok di Balai Kota, Rabu (22/5).
Ahok mengatakan, dalam kasus sengketa ini harus diproses secara hukum. Ia menjamin tidak ada kepentingan dalam hal ini.
"Kan bisa banyak orang. Kan pilihan kami kan, kita nggak berkepentingan. Kamu tidak bisa minta apa-apa sama kita. Kamu kalau mau pilih saya, ya kamu mau pakai untuk dapatkan sesuatu ya harus bikin kita berhasil di DKI. Itu aja. Berhasil membangun Jakarta. Perjanjiannya kan jelas," jelasnya.
Siapa yang akan berhak, putusan kabarnya akan dibacakan di persidangan pada 4 Juni mendatang. Menurut Ahok, siapa pemilik gedung pusat perbelanjaan ini sudah sangat jelas, sejalan dengan audit BPKP yang mencatat telah terjadi kerugian sebesar Rp 100 miliaran selama dikelola PT Priamanaya Djan Internasional.
Sekadar mengingatkan tentang awal mula sengketa, selama ini Pasar Tanah Abang Blok A yang merupakan aset PD Pasar Jaya, dikelola PT PDI. Tapi kontrak ini sudah berakhir sejak akhir 2009 lalu. Nyatanya hingga kini pengelolaan tetap ada di PT PDI.
Dalam rekomendasi BPKP, PD Pasar disarankan melakukan renegosiasi atau membuat perjanjian ulang. Namun setelah PD Pasar mencoba beberapa kali mengirim undangan pertemuan, pihak PT PDI tidak pernah mau. Bahkan dalam pertemuan bersama DPRD DKI, PT PDI tidak menghadirkan para direksinya, dan hanya mewakilkan pada kuasa hukumnya.
PT PDI kemudian malah mengajukan gugatan kepada PD Pasar Jaya Nomor 235/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim yang didaftarkan pada tanggal 12 Juli 2012 di PN Jakarta Timur, yang pada pokoknya menggugat PD Pasar Jaya untuk menyerahkan pengelolaan kepada PT. Priamanaya Djan International selama jangka waktu 20 tahun. Sidang perdana kasus ini sudah digelar pada 14 Agustus 2012 lalu, dengan ketua Majelis Hakim Suharjono, dan agenda sidang mediasi antara PD Pasar Jaya dan PT PDI. Dalam persidangan perdana tersebut, kuasa hukum PT PDI langsung menolak mediasi dan meminta dilanjutkan kepada pemeriksaan pokok perkara.
Permasalahan pengelolaan pasar tekstil terbesar di Indonesia ini berawal dari tahun 2003 ketika PT PDI membangun dan mengoperasikan Blok A. Dalam perjanjian kerjasama, terdapat beberapa hal yang dinilai melemahkan PD Pasar. Selain kontrak tidak menunjukkan batas waktu yang jelas terkait penyerahan pengelolaan Blok A, kontrak hanya mengatur penjualan dan pemasaran kios. PD Pasar Jaya bermaksud membuat kontrak baru, dengan klausul yang lebih adil, namun tidak pernah mencapai kata sepakat dengan PT PDI.
Pada April 2011 telah terjual 6.657 dari 7.842 unit kios. Pedagang lama membeli kios dengan harga Rp 20 juta per meter per segi. Namun untuk kios kedua, Rp 65 juta per meter, kios ketiga sampai kelima Rp 75 juta per meter. Sedangkan kios keenam atau lebih harga sama dengan pedagang baru.
Sedangkan harga kios untuk pedagang baru berkisar Rp 135 juta hingga RP 500 juta per meter persegi. Atau harga termahal untuk kios seluas 2X2 meter mencapai Rp 2 miliar. Sebagai perbandingan, harga kios di Thamrin City kawasan Tanah Abang, hanya Rp 400 juta per kios, atau sekitar Rp 40-50 juta per meter persegi.
PT PDI berdalih, perjanjian memiliki batas maksimal yakni 20 tahun, karena dalam perjanjian, PD Pasar Jaya telah sepakat untuk terus memperpanjang perjanjian kerja sama bila penjualan belum sampai 95 persen. PT PDI juga menganggap perjanjian tak bisa diputus secara sepihak. Selama ini, PD Pasar Jaya hanya diberikan Rp 100 juta per bulan oleh PT PDI.
Berikut isi Perjanjian Kerjasama PD Pasar Jaya dan Priamanaya:
- September 2003, PD Pasar Jaya memilih PT Priamanaya untuk membangun Blok A setelah kebakaran.
- Desember 2005, perubahan perjanjian kerjasama, biaya proyek mencapai Rp 831 miliar.
- Maret 2007, perubahan perjanjian kerjasama, jangka waktu penyelesaian proyek diubah menjadi paling lambat 31 Agustus 2007.
- Mei 2007, perubahan kerjasama, kompensasi RP 10 miliar untuk PD Pasar Jaya dibayar paling lambat 7 hari setelah tandatangan berita acara serah terima kepemilikan bangunan.
- Desember 2008, serah terima bangunan Blok A dari Priamanaya sekaligus perubahan kerjasama yang memperpanjang masa pengelolaan selama setahun.
- Mei 2009, Priamanaya kembali mengajukan perpanjangan jangka waktu pengelolaan setahun lagi.
- 2010, BPKP mengevaluasi kerjasama dan menilai kontrak merugikan PD Pasar Jaya.
- 2011, PD Pasar Jaya tidak mengabulkan perpanjangan waktu.
- Juli 2012, PT PDI menggugat PD Pasar Jaya untuk memperpanjang waktu kerjasama hingga 20 tahun.
[has]merdeka.com
KliK DI BAWAH INI: