Lihai partai politik manfaatkan artis cantik


Sesungguhnya tidak banyak artis yang menjadi anggota DPR. Dari 560 anggota hasil Pemilu 2009, hanya ada 14 orang. Beberapa dikenal publik melalui pemberitaan politik, karena pernyataannya bermutu atau kinerjanya baik, seperti Tantowi Yahya dan Nurul Arifin (Partai Golkar), Miing Bagito, dan Rieke Dyah Pitaloka (PDIP).

Tentu sebagian besar yang lain tidak berdiam diri. Mereka sibuk menghadiri rapat, dan ikut serta kunjungan kerja. Tetapi kehadiran dan keikutsertaan mereka, tak lebih dari sekadar mengisi presensi. Kalau ditanya wartawan soal substansi pekerjaannya, jawabannya tidak bisa dikutip. "Ya, daripada memalukan," kata wartawan DPR.

Jika memang demikian, mengapa partai politik berlomba-lomba memajukan artis dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) DPR Pemilu 2014? Apakah partai tidak malu memiliki anggota DPR yang tidak bunyi, disfungsi mengemban amanat rakyat, atau gagal memperjuangkan kepentingan konstituen?

Pertanyaannya yang salah! Sebab, partai tidak pernah memikirkan punya anggota DPR hebat dari kalangan artis. Jangankan artis, dari kader sendiri saja yang dituntut partai adalah loyalitas, bukan kerja cerdas. Bagi partai, anggota DPR baik adalah mereka yang tidak banyak cingcong, selalu mengikuti garis partai.

Kepentingan partai mencalonkan artis adalah meraih banyak suara untuk mendapatkan kursi. Artis punya potensi besar mendulang suara buat partai yang mencalonkannya, karena mereka populer. Mereka dikenal luas masyarakat, sehingga kalau fotonya mejeng di surat suara, pemilih cenderung mencoblosnya, sebab pemilih tidak kenal dengan calon-calon lain.

Masalahnya, dari dua ratusan caleg artis pada Pemilu 2009, ternyata yang terpilih hanya 14 orang. Jadi persentase keberhasilan artis masuk Senayan sangat kecil. Tetapi itu bukan berarti artis tidak meraih suara. Suaranya cukup banyak, namun tidak cukup menandingi suara yang diperoleh kader utama partai. Akibatnya, banyak artis gagal meraih kursi. Di sinilah kelihaian partai politik dalam memanfaatkan artis.

Sebagaimana diketahui, dalam sistem proporsional daftar terbuka, penghitungan suara untuk dikonversi menjadi kursi berlangsung dua tahap.

Pertama, menghitung perolehan kursi partai berdasarkan perolehan suara masing-masing partai berdasar metode kuota atau BPP. Suara partai itu adalah hasil jumlah suara yang diperoleh masing-masing caleg ditambah suara yang diperoleh partai.

Kedua, setelah dipastikan perolehan kursi masing-masing partai, selanjutnya menentukan caleg yang mendapatkan kursi. Dalam hal ini berlaku ketentuan: kursi diberikan kepada caleg yang memperoleh suara terbanyak. Nah, di sinilah suara caleg artis gagal melampaui caleg utama, yang tak lain adalah kader yang diandalkan partai.

Dengan demikian bagi partai, peran pokok caleg artis adalah sebagai vote getter, yakni mendulang suara untuk menambah suara partai sehingga partai memperoleh kursi. Tetapi kursi yang diperoleh partai itu, akhirnya jatuh ke kader utama partai.

Apakah artis mengetahui bahwa dirinya hanya difungsikan sebagai vote getter oleh partai? Tentu saja ada yang paham. Tapi sebagian besar tidak. Mengapa? Ya, karena mereka tidak pernah terlibat urusan politik partai, tidak mengetahui siapa kader utama partai, dan tidak mengetahui peta persaingan antarcalon dan antarpartai.

Artis sehari-hari sibuk mengurus dunia keartisan. Mereka tidak punya waktu mempelajari buku politik dan pemilu; mereka tidak punya ruang untuk praktik politik. Bandingkan dengan Tantowi, Nurul, Miing dan Rieke, yang membutuhkan waktu setidaknya 5 tahun untuk menggumuli kehidupan partai sebelum jadi caleg. Mereka juga memiliki kercerdasan politik karena mau belajar dan rajin membaca.

Situasi itulah yang dimanfaatkan oleh partai, sehingga dengan mudah mereka bisa menyakinkan para artis untuk dimasukkan dalam daftar caleg. Mereka diiming-imingi predikat "wakil rakyat", yang bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat selain kepentingan diri sendiri. Pekerjaan DPR adalah memutuskan, bukan membuat konsep kebijakan. Itu sudah ada timnya. So, ongkang-ongkang saja sudah membantu rakyat.

Lagi pula, jadi anggota DPR selalu jadi sorotan televisi. Lihat saja, bukan hanya Tantowi, Nurul, Miing dan Rieke, yang sering masuk televisi; artis-artis DPR yang lain, juga jadi sorotan kamera. Soal masuk televisinya di infotainment atau berita politik, itu tidak penting. Yang jelas jadi anggota DPR, artis semakin populer. Undangan dan kontrak pun berdatangan.
Ya, jadi anggota dewan memang mengenakkan. Artis cantik mana yang tidak tergiur bujuk raya itu.
[tts]merdeka.com




Jangan lupa Comment N Di share yah :)

Comments
0 Comments

0 comments: