Viagra, Obat Bersejarah Unik Andalan Para Lelaki Impoten
Impotensi atau lemah syahwat tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi pria. Kemajuan teknologi medis dan farmasi menyodorkan banyak cara untuk kembali perkasa. Mulai dari yang rumit macam implantasi protesa, injeksi, sampai pil praktis yang kini sedang digandrungi, Viagra dan Vasomax. Tapi patuhi petunjuk dokter Anda, kalau tak mau celaka.
Apakah sebenarnya kehebatan pil Viagra ini? Viagra memang obat impotensi (lemah syahwat) pertama yang berwujud pil, mengingat sebelumnya beberapa terapi impotensi dikenal rumit, menyakitkan, dan menuntut pemakainya sabar dan agak “menderita”.
Munculnya Viagra membuat jutaan orang di seluruh dunia yang mendambakan kembali keperkasaanya merasa mendapat penyelamat baru. Tak pelak, pil produksi raksasa farmasi New York, Pfizer Pharmaceuticals, ini laris manis terjual ke seluruh dunia. Setelah mengantungi izin dari Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) AS pada tanggal 27 Maret 1998, pil ini segera diburu orang.
Diperkirakan di bumi ini terdapat sekitar 140 juta pria penderita gangguan ereksi jangka panjang. Obat ini cocok untuk kasus impotensi dan lemah syahwat lantaran diabetes, gangguan syaraf tulang belakang, dan prostatectomy. Juga cocok bagi penderita ejakulasi prematur.
Sejak dilempar ke pasar, dalam waktu 6 minggu tak kurang dari 1,5 juta resep ditulis para dokter setiap hari bagi para pemburu Viagra. Belum termasuk mereka yang memburunya secara ilegal di pasar gelap tanpa resep dokter. Bahkan seorang urolog dari Washington, John Stripling, mengganti tulisan tangan resep Viagra dengan stempel karet. Mungkin tangannya sudah pegel. Meski harga resminya 16 AS $/pil, di pasar gelap orang mau membelinya hingga berlipat-lipat. Di Taiwan orang mau merogoh kocek 60 AS $ hanya untuk sebutir pil biru ini. Di Jerman dijual 30 DM atau sekitar Rp 258.000,-/pil.
Viagra Bukan obat kuat
Kemunculan Viagra memiliki sejarah unik. Semula oleh bagian riset Pfizer pil ini dirancang untuk mengobati gangguan tekanan darah tinggi dan angina. Dalam percobaannya atas sejumlah orang, pil ini menghasilkan efek yang luar biasa. Anehnya, mereka yang dipilih untuk menjalani percobaan, kebanyakan tidak mengembalikan pil sisa sampel. Para ahli riset Pfizer menduga pasti ada apa-apanya. Benarlah, rupanya pil ini punya fungsi lain yang lebih menarik.
Bagaimana pil ini bekerja? Secara alamiah, ketika terjadi ejakulasi, tubuh pria akan mengeluarkan enzim yang bertugas menghancurkan guanosine monophosphate (GMP). Fungsi GMP ini adalah untuk mengendurkan otot penis seperti sedia kala. Viagra yang mengandung bahan aktif sildenafil berfungsi untuk mempertahankan GMP agar tidak dihancurkan oleh enzim tadi.
Nah, bahan aktif sildenafil tadi akan mengambil alih fungsi enzim yaitu agar otot di jaringan penis mengalami relaksasi yang memungkinkan darah tetap mengalir lancar ke corpus cavernosum sehingga penis pun akan cukup lama berada dalam kondisi tegang selama berlangsungnya coitus.
Dalam percobaannya atas 3.700 orang (550 di antaranya diujicoba lebih dari setahun) usia 19 -87 tahun dengan tingkat impotensi beragam, keberhasilan manfaatnya cukup signifikan, sekitar 60% - 80%.
Menurut aturan pakai, Viagra diminum sejam sebelum berhubungan intim. Akan bekerja secara efektif selama paling lama 4 jam. Meski demikian si pemakai tetap harus memperoleh rangsangan seksual untuk menimbulkan ereksi sebelum obat tersebut bereaksi. Jangan berpikiran bahwa setelah minum pil ini keperkasaan Anda langsung bangkit. Sebenarnya, Viagra adalah semacam erection-enchancer.
“Ia akan membantu agar tercapai ereksi normal, meski tidak menyamai pria yang sehat secara seksual. Viagra tak akan mengubah atau meningkatkan libido dan nafsu seksual pria normal. Dengan kata lain ini bukan obat kuat atau aprodisiak bagi pria normal,” ujar Dr. Harin Padma-Nathan, direktur Male Clinic di Santa Monika salah seorang peneliti Viagra.
Bagi penderita impotensi dan lemah syahwat, minum pil ini tentu dianggap lebih praktis, dan ampuh daripada harus bersakit-sakit dengan alat suntik, implantasi protesa, obat oles, yang selama ini menjadi alternatif pengobatan impotensi. Cukup dengan sebutir Viagra, Anda akan menemukan lagi keperkasaan.
Menurut Dr. Akmal Taher Ph.D dari Klinik Impotensia, FKUI, RSUPCM, Jakarta, yang juga menjadi bagian dari Multicentre Studies untuk meneliti pemakaian sildenafil (viagra) di kawasan Asia, penyebab impotensi dan lemah syahwat sebenarnya ada dua. Yakni organik dan psikogenik. Namun sebagian besar kasus impotensi terjadi akibat kombinasi kedua penyebab tersebut. Dalam hal ini Viagra merupakan terapi primer untuk impotensia organik. “Meskipun untuk pengobatan impotensia psikogenik juga bisa dipakai, namun sifatnya hanyalah suportif. Pengobatan utamanya tetap psikoterapi,” jelas Taher.
Pzifer sendiripun mengakui, Viagra akan menimbulkan akibat samping berupa kepala pusing, penglihatan kabur, dan sakit perut. Pemakaian dosis banyak akan mengakibatkan si pemakai tak mampu membedakan warna hijau dengan biru. Karena Viagra tidak membuat orang menjadi ereksi melainkan hanya untuk mempermudah ereksi, maka jangan sekali-kali menyuntikkan pil ini. Akibatnya sangat berbahaya. Bisa membuat pemakai mengalami priapism, dimana pria tersebut justru tak mampu menghentikan ereksinya.
“Seperti diketahui, proses ereksi terjadi karena adanya pelebaran pembuluh darah di penis. Nah, Viagra bekerja melebarkan pembuluh darah di penis tersebut. Namun barangkali, terjadi pula pelebaran pembuluh darah di bagian tubuh yang lain. Itulah yang menimbulkan efek samping,” jelas Dr. Akmal Taher.
“Kalau dikonsumsi bersama obat yang mengandung nitrat, seperti obat penyakit jantung, bisa berisiko kematian karena obat itu memberi efek potensiasi, saling menguatkan. Jadi pelebaran pembuluh darahnya justru akan sedemikian hebat,” tambah Taher.
Namun obat sensasional itu ternyata tidak hanya menguntungkan. Banyak masalah lain yang terjadi akibat adanya obat mungil itu. Tengoklah kisah jutawan New York, Frank Bernardo (70) dan teman hidupnya, Roberta Burke (63). Hanya karena sebutir pil, pasangan yang semula harmonis menjadi berantakan sampai harus berperkara di pengadilan. Menurut penuturan Burke, sejak 1994 suaminya menderita impotensi.
Namun lantaran sudah sama-sama tua, loyonya kelelakian Bernardo tidak menjadi gangguan atas keharmonisan hidup pasangan ini. Sampai kemudian Bernardo berkenalan dengan si mungil Viagra, pil temuan baru yang berkhasiat memulihkan keperkasaan lelaki. Benarlah, ternyata setelah minum Viagra kegiatan pak tua ini di tempat tidur bak perjaka lagi.
Dasar tua-tua keladi, setelah mendapatkan keperkasaan yang selama ini padam, sejak Mei 1998 tanpa ewuh-pakewuh Bernardo meninggalkan sang istri. Terang saja Burke uring-uringan. Dirinya merasa terhina. Betapa tidak? Ketika loyo, Bernardo gencar merayunya. Pria gaek beruban rata yang selalu memakai alat bantu dengar pada kedua telinganya itu mengaku cinta setengah mati kepada Burke.
Tetapi ketika menemukan keperkasaannya lagi lantas ngacir, “Emangnya saya sepatu yang sudah butut, lantas dibuang begitu saja? Ini semua gara-gara Viagra. Buktinya, sebelum ia kenal pil biru itu segalanya berjalan baik-baik saja.” Akhirnya, Selasa 16 Juni 1998, Burke menyeret suaminya ke pengadilan Mineola, New York. Ia menuntut ganti rugi sebesar 2 juta dollar.
Itulah salah satu dari sekian dampak yang diakibatkan oleh kemunculan pil baru warna biru bernama Viagra. Dan masih ada beberapa lain kasus yang ditimbulkan akibat Viagra, salah satunya adalah kematian bagi para penderita jantung dan diabetes.
Gangguan jantung dan diabetes
Selasa 9 Juni 1998, Lembaga Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) AS melaporkan, 16 orang meninggal setelah mengkonsumsi pil Viagra. Bahkan menurut laporan Wall Street Journal Senin 29 Juni 1998, jumlah itu bertambah menjadi 30 orang. Korban tertua berumur 80 tahun sedangkan yang paling muda umur 48 tahun.
Tak semua bisa diidentifikasi penyebab kematiannya. Dari hasil pemeriksaan, diketahui sebagian besar korban sedang menjalani pengobatan penyakit jantung, diabetes, dan komplikasi beberapa penyakit lain. Sisanya tak diketahui sejarah penyakit dan pengobatan yang dijalani sebelumnya.
Korban yang menderita gangguan jantung ada 6 orang. Dua di antaranya sedang menjalani terapi dengan hytrin. Yang satu mengidap tekanan darah tinggi dan stroke pada bagian yang menghubungkan otak depan dengan tengah. Sementara yang lain menderita gangguan denyut jantung tak teratur yang kronis serta pembesaran prostat. Sebelum meninggal, kedua kakek ini sempat pingsan di tengah aktivitas seksualnya.
Dua lainnya terserang nyeri dada namun tak bisa diselamatkan menyusul gagalnya terapi resusitasi, serta pemberian obat nitroglyserin. Dua korban lain sebelumnya minum obat penurun tekanan darah dan aspirin. Satu setengah jam setelah minum Viagra, mendadak sesak nafas, wajah mereka pucat, dan akhirnya meninggal.
Enam korban diketahui mengidap penyakit diabetes. Salah satunya yang juga memiliki kelainan paru-paru, meninggal setengah sampai satu jam setelah menegak Viagra. Padahal ia belum melakukan hubungan seksual.
Penyebab kematian salah seorang di antaranya adalah detak jantung tak teratur dan aliran darah dari jantungnya tersumbat. Ia meninggal setelah melakukan hubungan seksual. Korban yang lain meninggal di pagi hari setelah malam sebelumnya menegak Viagara. Tak dilaporkan apakah ia sudah berhubungan seks atau belum. Yang jelas kematiannya disebabkan karena cardiopulmonary arrest.
Sementara itu ada korban yang setelah minum Viagra lalu terserang nyeri dada selagi berhubungan seks. Ia lalu diberi obat nitrogliserin dalam ambulan ke rumah sakit. Nyawanya tak tertolong. Korban selanjutnya, sedang dalam tetapi insulin, tewas tak lama setelah minum Viagra. Empat korban lainnya yang meninggal tidak diketahui pasti riwayat penyakit yang diderita sebelum minum Viagra, serta jenis pengobatan apa yang mereka kosumsi.
Harus Dengan Resep Dokter
Meski belum bisa dipastikan apakah semua itu akibat langsung dari pemakaian Viagra, munculnya beberapa kasus di atas, tak pelak sempat memicu timbulnya pro-kontra atas pemakaian pil biru ini. Padahal setelah meneliti para korban, FDA menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada bukti bahwa penyebab kematian para korban itu Viagra.
Kemungkinan besar kematian tersebut akibat terjadinya komplikasi bercampurnya Viagra dengan obat-obat penyakit jantung seperti nitroglyserin.
Dr. Adolph Hutter, ahli jantung klinis dari General Hospital, Massachusetts, dan Harvard Medical School di Boston, justru mensinyalir terjadinya serangan jantung atas para korban tersebut lebih diakibatkan karena gerakan fisik dan emosi yang berlebihan dari para pemakai Viagra itu selama berhubungan intim, yang sudah terlalu lama tidak mereka lakukan sebelumnya.
Hal senada juga dikatakan Dr. Akmal Taher, “Kalau kita bicara tentang 1 juta orang yang usianya di atas 50 tahun, tanpa minum apa-apa pun resiko meninggal sama. Apalagi mereka itu banyak yang mengidap kelainan jantung. Bisa jadi meninggalnya bukan karena Viagra, melainkan karena terlalu excited dalam melakukan aktivitas seksual sehingga ada risiko terjadinya serangan jantung.”
Memang, sepanjang penelitian terhadap 4.000 orang yang terkontrol di Eropa dan Amerika, tak ada satu pun yang meninggal. Baik dalam studi jangka pendek (3 bulan) maupun jangka panjang 6bulan).
Toh, sampai kini banyak negara terutama non-Amerika masih bersikap menunggu. Dirjen Pengawasan Obatan dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, pun sampai sekarang belum meloloskan obat ini untuk dijual di Indonesia. Di kawasan Timur Tengah pil itu masih dinyatakan terlarang. Arab Saudi sempat melakukan ujicoba dengan sampel 30 orang. Meski hasilnya 85% aman, kementrian kesehatan Arab Saudi belum mengeluarkan rekomendasi penjualan Viagra karena masih menunggu sampai enam bulan atas pemeriksaan efek sampingnya.
Thailand merupakan negara pertama yang memperbolehkan penjualan pil ini. Namun hanya boleh diperoleh dengan persyararatan ketat dari dokter, termasuk pemberian resepnya. Dengan catatan, pemerintah setempat akan melakukan pemantauan selama 2 tahun. Menyusul di Malaysia obat ini pun sudah masuk dalam daftar tunggu registrasi kementrian kesehatan.
VASOMAX, Saingan baru Viagra
Hiruk pikuk reaksi masyarakat atas munculnya Viagra belum reda, dalam waktu dekat akan dilempar ke pasaran obat sejenis yang konon lebih aman dari pendahulunya. Pil dengan kegunaan serupa yang disebut Vasomax, kini sedang dalam proses pembuatan oleh raksasa farmasi lain Zonagen Inc, Woodlands, Texas.
Formula Vasomax yang mudah larut dalam air ini menghasilkan konsentrasi plasma phentolamine sebagai zat aktifnya. Sebelumnya phentolamine sudah dipakai sebagai sarana melebarkan pembuluh darah (vasodilator) dengan cara menyuntikkannya ke penis untuk mengatasi impotensi. Pemakaiannya secara oral diharapkan akan mampu memfasilitasi terjadinya ereksi meskipun hasilnya tidak akan seoptimal bila dikonsumsi dengan cara menyuntikkannya langsung.
Oleh karena itu Vasomax cocok untuk membantu mengatasi gangguan disfungsi ereksi yang masih ringan. Berbeda dengan pendahulunya yang sudah “makan” korban, menurut pembuatannya Vasomax aman dipakai bersamaan dengan obatan lain termasuk nitrat. Meski demikian diakui, masih menimbulkan akibat sampingnya seperti hidung tersumbat, insomnia dan gangguan pencernaan. Sampai sekarang penelitiannya secara laboratoris masih berjalan.
Namun apapun bentuk obat pelancar ereksi, Viagra dan Vasomax sebenarnya tidak diperlukan bagi laki-laki yang memiliki kesehatan seksual yang normal. Karena hormon laki-laki normal masih jauh lebih baik ( lebih kuat/lama melakukan ereksi ) dibandingkan laki-laki impoten yang menggunakan Viagra.