KETIKA Muhammad Syamsi Ali, M.A. (38) sedang berjalan kaki di Kota Hartford, Connecticut (utara New York) untuk menjadi keynote speaker pada pertemuan ICNA (salah satu organisasi Islam terbesar di Amerika), seorang sopir taksi menepikan mobilnya dan keluar menghampirinya.
“Assalamu’alaikum imam Syamsi,” kata sang sopir taksi seraya memperkenalkan dirinya dan mengaku bahwa ia sering mengikuti ceramah Syamsi Ali di Masjid Islamic Center of New York.
Itu sekelumit kisah betapa di tengah Kota New York yang dipenuhi orang top dunia, Syamsi Ali menanamkan pesona yang diingat orang.
Kalangan Muslim di New York umumnya cukup mengenal Syamsi Ali sebagai seorang pemuka Islam asal Indonesia. Apalagi dalam lima tahun terakhir ini ia sering tampil dalam forum-forum penting Islam, mulai dari tingkat kota hingga forum yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan Amerika Serikat.
Kini selain sebagai imam pada Islamic Center, masjid terbesar di New York, Syamsi juga dipercaya menjadi Direktur Jamaica Muslim Center, yayasan dan masjid di kawasan timur New York yang dikelola komunitas Muslim asal Bangladesh.
Di perwakilan tetap RI untuk PBB, ia masih tercatat sebagai staf bidang humas dan informasi. Dengan tiga posisi tersebut, tentunya Syamsi Ali harus dapat mengatur waktunya secara ketat.
Apalagi selama bulan Ramadan saat ini, nyaris tiap hari ia diminta untuk menyampaikan ceramah atau mengisi kegiatan di berbagai masjid dan forum-forum yang diselenggarakan komunitas Muslim di New York serta kota lainnya di AS.
Pekan ini, Syamsi bersama Dubes RI untuk PBB Rezlan Ishar Jenie berkunjung ke Kingston (ibu kota Jamaika, negara di kawasan Karibia) untuk menjadi pembicara pada seminar di Kingston University mengenai Islam di Indonesia dan Asia.
Di kalangan pers, Syamsi adalah nara sumber utama media-media massa New York terutama dalam menanggapi suatu peristiwa penting, misalnya kasus bom di London bulan Juli lalu.
Munculnya orang Indonesia sebagai pemuka Muslim di New York merupakan suatu hal yang cukup unik, karena meskipun Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun jumlah Muslim asal Indonesia yang berdomisili di kota tersebut relatif sedikit.
Dari sekira 800.000 Muslim di New York, mayoritas adalah keturunan dari Timur Tengah, Asia Selatan (Pakistan dan Bangladesh), dan Afrika. Tiga kelompok mayoritas Muslim tersebut justru sering mempercayai Samsi Ali sebagai pimpinan.
“Terkadang orang yang belum pernah bertemu saya, mengira saya berasal dari tiga kawasan tersebut, tetapi saya selalu memperkenalkan diri sebagai orang Indonesia,” kata pria kelahiran Bulukumba, Sulsel tersebut.
Mungkin karena pandangannya yang moderat dan pergaulannya yang cukup luas dengan berbagai kalangan termasuk dengan kalangan non-Muslim dan pemerintahan, maka Syamsi diterima oleh kelompok mayoritas utama Muslim di kota itu.
Misalnya pada acara parade Muslim New York di Kawasan Manhattan, bulan lalu, Syamsi berdiri paling depan sebagai pimpinan even tersebut, sekaligus menjadi imam salat berjemaah di Madison Avenue, jalan utama di New York.
Pada pertemuan dengan Wali Kota New York Michael Bloomberg dan komisaris NYPD (Departemen Kepolisian New York) Raymond Kelly sepekan menjelang bulan Ramadan, lagi-lagi Syamsi Ali yang didaulat memberi sambutan mewakili tokoh-tokoh Muslim di kota tersebut.
Di kalangan non-Muslim New York, Syamsi Ali juga cukup dikenal karena sering mengadakan acara-acara dialog antaragama.
Di kantornya di Islamic Center of New York, Syamsi membuka kelas khusus setiap pekan bagi orang-orang non-Muslim yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai ajaran Islam.
Di forum itulah, ia ditantang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis, terutama mengenai tindakan negatif dari kelompok-kelompok tertentu yang sering mengatasnamakan Islam.
“Sejak peristiwa serangan teroris 11 September 2001, semakin banyak orang di Amerika Serikat ini yang ingin tahu lebih dalam mengenai Islam, inilah tugas kami untuk memberi penjelasan yang sebenarnya,” kata pria yang fasih berbahasa Inggris, Arab, dan Urdu.
Bagi Syamsi, New York adalah ladang yang subur untuk berdakwah karena di antara belantara hutan beton dan kesibukan bisnis yang seakan-akan tidak pernah berhenti, masyarakat kota tersebut sebenarnya tetap merindukan sentuhan kerohanian.
“Misalnya di Empire State Building, gedung tertinggi di New York, ada ruangan khusus meditasi bagi penganut agama apa pun,” kata ayah tiga anak tersebut.
Oleh sebab itulah, ia mengharapkan ladang subur bagi dakwah Islam ini tidak dirusak oleh sikap-sikap negatif yang ada di kalangan Muslim sendiri yang akhirnya kembali menimbulkan kesalahpahaman lagi.
Aktivitas Syamsi tidak terbatas di New York, karena ustaz muda tersebut sudah sering berkeliling Amerika utara untuk membina masyarakat Muslim dan berdialog dengan pemeluk agama lainnya.
Meski sudah “go international”, keterikatan batin Syamsi yang sudah delapan tahun tinggal di Amerika tersebut tidak lepas dari Indonesia.
Ia tetap akrab bergaul dengan warga asal Indonesia yang berdomisili di New York, dan secara berkala mengisi khotbah Jumat atau ceramah di Masjid Al-Hikmah, satu-satunya masjid yang dikelola komunitas Muslim Indonesia di kota tersebut.
Dengan kiprahnya sebagai pemuka Muslim di kota yang sering disebut sebagai pusat dunia tersebut, secara langsung atau pun tidak langsung Syamsi telah ikut menjalankan tugas-tugas diplomasi yang tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Departemen Luar Negeri, tetapi juga semua rakyat Indonesia.
“Assalamu’alaikum imam Syamsi,” kata sang sopir taksi seraya memperkenalkan dirinya dan mengaku bahwa ia sering mengikuti ceramah Syamsi Ali di Masjid Islamic Center of New York.
Itu sekelumit kisah betapa di tengah Kota New York yang dipenuhi orang top dunia, Syamsi Ali menanamkan pesona yang diingat orang.
Kalangan Muslim di New York umumnya cukup mengenal Syamsi Ali sebagai seorang pemuka Islam asal Indonesia. Apalagi dalam lima tahun terakhir ini ia sering tampil dalam forum-forum penting Islam, mulai dari tingkat kota hingga forum yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan Amerika Serikat.
Kini selain sebagai imam pada Islamic Center, masjid terbesar di New York, Syamsi juga dipercaya menjadi Direktur Jamaica Muslim Center, yayasan dan masjid di kawasan timur New York yang dikelola komunitas Muslim asal Bangladesh.
Di perwakilan tetap RI untuk PBB, ia masih tercatat sebagai staf bidang humas dan informasi. Dengan tiga posisi tersebut, tentunya Syamsi Ali harus dapat mengatur waktunya secara ketat.
Apalagi selama bulan Ramadan saat ini, nyaris tiap hari ia diminta untuk menyampaikan ceramah atau mengisi kegiatan di berbagai masjid dan forum-forum yang diselenggarakan komunitas Muslim di New York serta kota lainnya di AS.
Pekan ini, Syamsi bersama Dubes RI untuk PBB Rezlan Ishar Jenie berkunjung ke Kingston (ibu kota Jamaika, negara di kawasan Karibia) untuk menjadi pembicara pada seminar di Kingston University mengenai Islam di Indonesia dan Asia.
Di kalangan pers, Syamsi adalah nara sumber utama media-media massa New York terutama dalam menanggapi suatu peristiwa penting, misalnya kasus bom di London bulan Juli lalu.
Munculnya orang Indonesia sebagai pemuka Muslim di New York merupakan suatu hal yang cukup unik, karena meskipun Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun jumlah Muslim asal Indonesia yang berdomisili di kota tersebut relatif sedikit.
Dari sekira 800.000 Muslim di New York, mayoritas adalah keturunan dari Timur Tengah, Asia Selatan (Pakistan dan Bangladesh), dan Afrika. Tiga kelompok mayoritas Muslim tersebut justru sering mempercayai Samsi Ali sebagai pimpinan.
“Terkadang orang yang belum pernah bertemu saya, mengira saya berasal dari tiga kawasan tersebut, tetapi saya selalu memperkenalkan diri sebagai orang Indonesia,” kata pria kelahiran Bulukumba, Sulsel tersebut.
Mungkin karena pandangannya yang moderat dan pergaulannya yang cukup luas dengan berbagai kalangan termasuk dengan kalangan non-Muslim dan pemerintahan, maka Syamsi diterima oleh kelompok mayoritas utama Muslim di kota itu.
Misalnya pada acara parade Muslim New York di Kawasan Manhattan, bulan lalu, Syamsi berdiri paling depan sebagai pimpinan even tersebut, sekaligus menjadi imam salat berjemaah di Madison Avenue, jalan utama di New York.
Pada pertemuan dengan Wali Kota New York Michael Bloomberg dan komisaris NYPD (Departemen Kepolisian New York) Raymond Kelly sepekan menjelang bulan Ramadan, lagi-lagi Syamsi Ali yang didaulat memberi sambutan mewakili tokoh-tokoh Muslim di kota tersebut.
Di kalangan non-Muslim New York, Syamsi Ali juga cukup dikenal karena sering mengadakan acara-acara dialog antaragama.
Di kantornya di Islamic Center of New York, Syamsi membuka kelas khusus setiap pekan bagi orang-orang non-Muslim yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai ajaran Islam.
Di forum itulah, ia ditantang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis, terutama mengenai tindakan negatif dari kelompok-kelompok tertentu yang sering mengatasnamakan Islam.
“Sejak peristiwa serangan teroris 11 September 2001, semakin banyak orang di Amerika Serikat ini yang ingin tahu lebih dalam mengenai Islam, inilah tugas kami untuk memberi penjelasan yang sebenarnya,” kata pria yang fasih berbahasa Inggris, Arab, dan Urdu.
Bagi Syamsi, New York adalah ladang yang subur untuk berdakwah karena di antara belantara hutan beton dan kesibukan bisnis yang seakan-akan tidak pernah berhenti, masyarakat kota tersebut sebenarnya tetap merindukan sentuhan kerohanian.
“Misalnya di Empire State Building, gedung tertinggi di New York, ada ruangan khusus meditasi bagi penganut agama apa pun,” kata ayah tiga anak tersebut.
Oleh sebab itulah, ia mengharapkan ladang subur bagi dakwah Islam ini tidak dirusak oleh sikap-sikap negatif yang ada di kalangan Muslim sendiri yang akhirnya kembali menimbulkan kesalahpahaman lagi.
Meski sudah “go international”, keterikatan batin Syamsi yang sudah delapan tahun tinggal di Amerika tersebut tidak lepas dari Indonesia.
Ia tetap akrab bergaul dengan warga asal Indonesia yang berdomisili di New York, dan secara berkala mengisi khotbah Jumat atau ceramah di Masjid Al-Hikmah, satu-satunya masjid yang dikelola komunitas Muslim Indonesia di kota tersebut.
Dengan kiprahnya sebagai pemuka Muslim di kota yang sering disebut sebagai pusat dunia tersebut, secara langsung atau pun tidak langsung Syamsi telah ikut menjalankan tugas-tugas diplomasi yang tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Departemen Luar Negeri, tetapi juga semua rakyat Indonesia.