Seorang Kristen Jadi Pemimpin Oposisi Suriah

Seorang Kristen Jadi Pemimpin Oposisi Suriah

DAMASKUS, — 
Koalisi Nasional Suriah menunjuk pembangkang veteran George Sabra sebagai pemimpin sementara kelompok oposisi utama itu, menyusul pengunduran diri Moaz al-Khatib.

"Sabra ditugaskan hari ini untuk melaksanakan fungsi Ketua Koalisi sampai ada pemilihan presiden baru," kata kelompok-kelompok konstituen utama Koalisi, Dewan Nasional Suriah, dalam sebuah pernyataan pada Senin (22/4/2013), seperti dilaporkan situs berita aljazeera.com, Selasa. 

Sabra seorang tokoh kiri, tokoh oposisi sekuler, dan anggota terkemuka Partai Demokrat Rakyat Suriah, sebuah bekas partai komunis. Dia co-founder koalisi oposisi Deklarasi Damaskus pada 2005. Sabra seorang Kristen dan lahir dari keluarga Kristen di kota Qatana, Suriah, yang mayoritas penduduknya Islam Sunni. Sebelum konflik pecah, 10 persen populasi Suriah adalah Kristen. 

Sabra yang semula seorang guru geografi hidup di Suriah dalam sebagian besar hidupnya dan telah dipenjara berkali-kali karena membangkang. Pada Oktober 2011, ia melarikan diri ke Paris untuk membantu membentuk barisan oposisi setelah pemberontakan melawan rejim Bashar Al Assad meletus.

Dalam sebuah konferensi pers di Istanbul, Turki, menyusul penunjukkannya sebagai pemimpin oposisi sementara, Sabra mengecam rezim Presiden Bashar al-Assad untuk peristiwa yang oposisi sebut sebagai "pembantaian" terbaru di luar Damaskus.

Jumlah pasti korban tewas di wilayah Jdaidet Artouz dan Jdaidet al-Fadel tidak dapat dikonfirmasi. Namun, Sabra menyebutkan angka lebih dari 500 orang. Dua daerah yang berdekatan itu hanya berjarak 15 kilometer di barat daya ibu kota. "Ini tidak tergambarkan dan lebih barbar dibanding film horor," kata Sabra yang juga seorang penulis skenario. "Apa yang terjadi di Damaskus adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Sabra. "Ini bukan lagi genosida, dan masyarakat internasional harus bertindak".

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mengatakan, korban tewas, sebagian besar akibat penembakan, bisa mencapai 250 orang. Sementara itu, Komite Koordinasi Lokal (KKL), sebuah kelompok aktivis lain, menyebut jumlah korban tewas sebanyak 483 orang.

Seorang pejabat pemerintah di Damaskus mengatakan kepada kantor berita The Associated Pressbahwa para pemberontak berada di belakang "pembantaian" di Jdaidet al-Fadel. Ia mengatakan, mereka berusaha untuk menyalahkan pasukan pemerintah yang memasuki daerah itu setelah pembunuhan terjadi.

Jdaidet al-Fadel sebagian besar dihuni warga Suriah yang melarikan diri dari Dataran Tinggi Golan setelah daerah itu dikuasai Israel tahun 1967. Jdaidet Artouz memiliki populasi Kristen dan Druze yang besar, dua komunitas minoritas yang umumnya mendukung Assad atau berada di tengah.

KOMPAS.com 



KliK DI BAWAH INI:



Jangan lupa Comment N Di share yah :)

Comments
0 Comments

0 comments: